Pendidikan formal atau sekolah sebenarnya sudah bisa di mulai sejak anak usia 3 tahun. Entah di kelompok bermain, Tempat Penitipan Anak (TPA), maupun TK/pendidikan prasekolah yang sudah punya program dan kurikulum. Tapi tidak cukup hanya itu kan? Banyak yang perlu di perhatikan dan di pertimbangkan untuk mempersiapkan anak bias bersekolah.
Karakteristik perkembangan pada masa akhir anak-anak
Menurut Hurlock sebagai berikut :
Masa berkelompok dimana perhatian utama anak-anak tertuju pada keinginan
diterima kelompoknya
Proses penyesuaian diri dengan standar yang disetujui kelompoknya
Usia kreatif, menunjukkan bahwa anak ketika tidak dihalangi oleh rintangan-rintangan
lingkungan, kritik, cemoohan dari orang dewasa maka anak akan mengerahkan
tenaganya dalam kegiatan-kegiatan yang kreatif
Usia bermain karena luasnya minat anak
Menurut Santrock, 1998, anak usia akhir sesungguhnya dikelilingi oleh 3 lingkungan
yang berbeda, yakni keluarganya, teman sebayanya dan lingkungan sekolah. Ketiga lingkungan ini membawa dampak yang berbeda-beda terhadap tumbuh kembang anak.
- lingkungan keluarga.
- teman sebaya
- lingkungan sekolah
Lingkungan ini memberikan dampak yang cukup besar bagi siswa karena anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah. Guru memiliki peran penting mempengaruhi perkembangan anak. Selain itu di sekolah anak mempelajari perbedaanperbedaan antara dirinya dengan teman-temannya yang sangat beragam. Perbedaan ini bermacam-macam berkaitan dengan fisik, karakter, latar belakang sosial ekonomi, dan juga suku.
Banyak orang tua yang ingin anknya cepat duduk di bangku sekolah, anak mengalami masa transisi sekolah dari masa pendidikan TK masuk pada bagku Sekolah Dasar (SD). Sekolah dasar merupakan dunia baru yang akan ditempuh anak ketika mulai menapaki tugas-tugas yang lebih formal dan menuntut berbagai kemampuan di antaranya calistung (membaca, menulis, dan menghitung), adaptasi dan kemandirian.
Sewaktu masih di Taman Kanak-kanak, guru atau orang tua mulai memperkenalkan berbagai macam huruf maupun angka sesuai taraf perkembangan anak tanpa adanya tuntutan yang ketat, misalnya dengan memperbolehkan anak menyelesaikan tugasnya di rumah bersama orang tua dan tidak adanya sangsi jika terlambat atau bahkan tidak mengumpulkan tugas-tugasnya. Suasana kelas di TK juga memungkinkan anak untuk bereksplorasi dengan benda-benda di sekelilingnya dengan leluasa dan karena jam pelajarannya yang singkat maka anak masih dapat bermain sepuasnya sepulang sekolah.
Namun keadaan tersebut berubah manakala anak sudah bersekolah di SD. Bertambahnya jam pelajaran juga jenis pelajaran yang diberikan menuntut anak untuk mampu beradaptasi dengan perubahan tersebut. Hal ini memerlukan kematangan anak untuk bersekolah, sebab anak yang belum mencapai tahap kematangan tersebut dikhawatirkan mengalami banyak kendala ketika bersekolah di SD dan dapat berbalik membenci sekolah.
Kematangan sekolah adalah suatu kondisi di mana anak telah memiliki kesiapan yang cukup memadai baik secara fisik, psikologis, kognitif dan sosial dalam memenuhi tuntutan lingkungan formal, lembaga pra sekolah atau sekolah yang akan dimasukinya. Menurut Strebel, kriteria kematangan sekolah adalah sebagai berikut:
Perkembangan fisik yang memadai.
Dalam hal ini maka faktor usia turut menentukan kesiapan fisik anak ketika memasuki jenjang SD. Berdasarkan tahap perkembangan fisik, maka pada usia 6 tahun anak menunjukkan bentuk tubuh dan kesiapan fisik yang berkembang dari masa kanak-kanak awal menuju masa usia sekolah. Anak usia sekolah menunjukkan perubahan fisik yang mencakup tinggi dan berat badan serta proporsi tubuh. Hal ini diperlukan mengingat di jenjang SD anak dituntut untuk memiliki kemampuan motorik kasar dan motorik halus yang memadai untuk dapat mengikuti pelajaran di sekolah seperti; melompat, berlari dan menangkap bola ketika pelajaran olahraga, kemampuan memegang alat tulis dengan benar sehingga mampu menulis huruf maupun angka dan menggambar bentuk-bentuk yang sederhana.
Derajat ketergantungan dengan orangtuanya.
Anak yang hendak masuk SD diharapkan dapat bersikap lebih mandiri dan tidak terlalu tergantung pada orang tua atau pengasuh untuk mengerjakan aktifitas sehari-hari seperti; mampu makan sendiri tanpa disuapi, dapat membuka dan menutup celana ketika akan buang air, membersihkan diri setelah buang air besar dan kemampuan mengurus diri sendiri yang lainnya.
Pemilihan tugas secara mandiri.
JIka sewaktu di TK kegiatan anak banyak dibantu dan dibimbing oleh guru maupun orang tua maka diharapkan ketika memasuki jenjang SD anak mulai mampu memilih tugas-tugas yang akan dikerjakannya berdasarkan minatnya. Misalnya anak dapat berinisiatif untuk meminta krayon dan kertas gambar pada gurunya karena ia suka menggambar..
Mampu menyelesaikan tugas yang dipilihnya sendiri.
Apabila ia sudah mampu memilih kegiatan yang akan dilakukannya maka diharapkan anak juga memiliki tanggung jawab untuk dapat menyelesaikan tugas-tugasnya tersebut dengan mandiri dan tanpa dipaksa oleh guru maupun orang tua. Hal ini diperlukan karena di SD anak dituntut untuk menyelesaikan semua tugas-tugasnya sesuai dengan waktu yang ditentukan, misalnya soal-soal ulangan harus diselesaikan di sekolah tepat waktu dan PR yang diberikan hari ini harus dikumpulkan keesokan harinya di sekolah.
Menampilkan kesiapan dalam sikap belajar.
Hal ini mencakup pula kemampuan anak berkonsentrasi, daya tangkap dan kemampuannya dalam mengontrol diri. Suasana kelas di SD menuntut kesiapan anak untuk mampu berkonsentrasi dan tahan untuk tetap duduk di kursinya dalam jangka waktu tertentu untuk mendengarkan penjelasan gurunya dan mengerjakan tugas-tugasnya di sekolah.
Menunjukkan kematangan dalam tingkah laku sosialnya.
Agar dapat beradaptasi dalam masa transisi dari TK ke SD maka anak diharapkan memiliki kemampuan berinteraksi dengan guru-guru dan teman-teman di sekolahnya. Kemampuan ini diperlukan bagi anak antara lain karena ia harus mampu memahami tata aturan yang diberlakukan di sekolah dan dapat mengendalikan perilakunya sesuai dengan peraturan yang ada.
Perkembangan mental yang memadai.
Hal ini mencakup perkembangan kognitif anak. Istilah kognitif mengacu pada salah satu domain atau ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi dan pemecahan masalah (Chaplin, 1972 dalam Syah, 2006). Kesiapan kognitif anak dapat dilihat melalui tes inteligensi maupun tes kesiapan sekolah yang meliputi sejumlah tes pengukur persepsi, motorik, numerik, sosialisasi, dan emosi.
Saya pernah mendengar cerita dari tante saya yang guru SD ketika mengadakan tes masuk kelas 1 sekolah dasar bagi anak yang baru lulus TK. Banyak cerita menarik dan lucu dalam tes tersebut, tidak sedikit orang tua yang memberikan contekan untuk anaknya agar anak bisa menjawab pertanyaan- pertanyaan guru, tidak hanya itu banyak anak yang menangis karena tidak bisa memnuhi perintah guru yag mengetes, juga masih banyak anak yang tidak mandiri, menangis ketika di tinggal orangtuanya keluar. Ternyata masih banyak orang tua yang terlalu memaksa agar anaknya cepat duduk di bangku sekolah dasar, padahal anak masih belum memiliki kematangan dan sarat- sarat lain untuk siap sekolah di bangku dasar.
Selain itu semua Orang tua juga dituntut untuk jeli dalam memilih sekolah yang sesuai untuk anak mengingat saat ini semakin banyak pola pengajaran yang diterapkan oleh sekolah-sekolah. Misalnya, jika orangtua menginginkan anaknya lancar berbahasa asing, maka pilihlah sekolah yang mengajarkan bahasa asing secara intensif atau pilih sekolah alam jika orangtua menginginkan anak secara aktif belajar melalui benda-benda yang berada di alam sekitarnya. Namun yang terpenting dalam memilih sekolah adalah menyesuaikan antara kemampuan dan kebutuhan anak serta harapan dan kemampuan orangtua. Sekarang sudah banyak model pendidikan yang di sajikan untu memenuhi kebutuhan kanak, salah satunya juga home schooling.
Munculnya homeschooling didasari oleh berbagai hal yang berbeda-beda untuk setiap keluarga. teatapi, kekhawatiran orangtua akan pendidikan sekolah pada masa ini (yang tidak jelas arahnya, pergaulan anak yang penuh tekanan, biaya pendidikan yang mahal, tuntutan perilaku yang seragam, jumlah jam yang terlalu banyak dan penuh) disinyalir menjadi penyebab utama sejumlah orangtua menerapkan pendidikan model homeschooling ini. Selain itu, karakteristik anak yang berbeda-beda, yang pada akhirnya beberapa dari mereka mengalami perasaan tertekan saat bergaul dengan teman di sekolahnya, juga diperhatikan orangtua praktisi sekolah rumah. Ada cukup banyak anak yang pintar melebihi teman-temannya akhirnya malah dikucilkan oleh teman-temannya, tapi ketika diberikan pendidikan rumah, anak-anak ini menjadi kian berkembang aspek intelektual, emosional, dan sosialnya. Denganpendidikan sekolah rumah, mereka merasakan bebas menjadi dirinya sendiri sehingga keingintahuan dan minat belajarnya menjadi kian luas. Pertimbangan lain dilakukannya pendidikan rumah adalah keinginan orangtua untuk membekali anak dengan nilai-nilai tertentu (agama, spiritualitas, dll) yang mungkin luput dari perhatian kurikulum dan penyelenggara sekolah umum.
Homeschooling di Indonesia dikenal pula dengan nama Sekolah Rumah. Prinsipnya adalah bahwa pada sistem pendidikan homeschooling, sebuah keluarga bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya. Di sini, orang tua bertanggung jawab secara aktif atas proses pendidikan anaknya. Bertanggung jawab secara aktif ini maksudnya adalah orangtua terlibat penuh pada proses penyelenggaraan pendidikan, mulai dalam hal penentuan arah dan tujuan pendidikan, nilai yang ingin dikembangkan, kecerdasan dan ketrampilan yang hendak diraih, kurikulum dan materi pembelajaran hingga metode belajar serta praktik belajar keseharian anak.
Tidak sengaja saya membaca pengalaman homeschooling seorang anak bernama Yudhis, berusia 7 tahun. Anak ini dan kedua orang tuanya menuliskan pengalaman-pengalaman sehari-hari mereka menempuh pendidikan homeschooling dalam website mereka (www.sumardiono.com).
Yudhis menceritakan pengalamannya belajar berbagai hal :
1.Hari ini aku belajar membuat animasi pakai Corel R.A.V.E. Aku membuat kereta api.
Pertama aku buat rel lalu aku copy 40 gambar. Lalu aku gambar bendera. 20 copy gambar bendera merah dan 20 copy gambar bendera hijau. Setelah itu aku gamber keretanya setelah gambar kereta aku copy 12 gambar bergerak. Setelah itu aku copy 9 gambar kereta berhenti. Pura-puranya lagi menunggu lampu hijau. Lalu aku copy 20 gambar bergerak untuk menjalankan kereta.
Setelah kereta selesai aku gambar awan dan burung. Jadi deh animasi pertamaku. Ternyata untuk buat 4 detik animasi butuh 40 gambar. Bisa bayangin nggak film yang kita tonton pasti butuh beribu-ribu gambar hah pasti kalau bikin sendiri oranya sudah pingsan karna kecapaian.
2.Hari ini aku sama bapak di ajarin manasin mobil sama bapak aar.
Jadi pertamanya gini, Pertama aku lagi mau berdiskusi bersama bapak lalu aku diajak berdiskusi di mobil. Lalu aku tanya bapak kenapa aku berdiskusi di dalam mobil lalu kata bapak kalau berdiskusi itu bisa di mana saja. Jadi aku berdiskusi. Lalu bapak bertanya yudhis mau manasin mobil enggak? Iya aku mau. Lalu aku diberi tahu caranyA. Pertama aku di ajarin dibawah setir ada tiga injekan. Paling kanan gas tengah yang paling kiri kopling. Injekan gas untuk membuat mobil jalan. Kalau rem untuk berhenti. Kalau kopling temannya tongkat di sebelah ku. Pertama aku menginjak gas tapi harus pelan-pelan ternyata susah tapi semakin lama aku mulai bisa. Karna kaki ku masih pendek jadinya agak susah. Besok aku mau manasin mobil lagi.
Dari hal ini kita bias Melihat dari pengalaman Yudis anak homeschooling, mendapatkan pelajaran bisa dari siapa saja, dari mana saja dan kapan saja bisa dari orangtua, lingkungn dan orang- orang di sekitarnya. anak akan berinteraksi dengan ragam orang dan ragam usia. Orangtua mengajarkan berinteraksi dengan banyak orang dari berbagai usia, dan membiasakan anak menjadi penolong bagi orang lainnya, serta dapat belajar dari siapa saja yang ditemuinya dalam kehidupan.
Itulah gambaran- gambaran tentang dunia sekolah anak, di harapkan orangtua dapat mempersiapkan anak untuk memasuki dunia sekolah anak dengan baik. Dan orang tuabisamemilih pendidikan yang terbaik untuk anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar