Minggu, 13 Juni 2010

ANAK DAN SEKOLAH

Pendidikan formal atau sekolah sebenarnya sudah bisa di mulai sejak anak usia 3 tahun. Entah di kelompok bermain, Tempat Penitipan Anak (TPA), maupun TK/pendidikan prasekolah yang sudah punya program dan kurikulum. Tapi tidak cukup hanya itu kan? Banyak yang perlu di perhatikan dan di pertimbangkan untuk mempersiapkan anak bias bersekolah.

Karakteristik perkembangan pada masa akhir anak-anak
Menurut Hurlock sebagai berikut :

Masa berkelompok dimana perhatian utama anak-anak tertuju pada keinginan
diterima kelompoknya
Proses penyesuaian diri dengan standar yang disetujui kelompoknya
Usia kreatif, menunjukkan bahwa anak ketika tidak dihalangi oleh rintangan-rintangan
lingkungan, kritik, cemoohan dari orang dewasa maka anak akan mengerahkan
tenaganya dalam kegiatan-kegiatan yang kreatif
Usia bermain karena luasnya minat anak

Menurut Santrock, 1998, anak usia akhir sesungguhnya dikelilingi oleh 3 lingkungan
yang berbeda, yakni keluarganya, teman sebayanya dan lingkungan sekolah. Ketiga lingkungan ini membawa dampak yang berbeda-beda terhadap tumbuh kembang anak.

- lingkungan keluarga.
- teman sebaya
- lingkungan sekolah

Lingkungan ini memberikan dampak yang cukup besar bagi siswa karena anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah. Guru memiliki peran penting mempengaruhi perkembangan anak. Selain itu di sekolah anak mempelajari perbedaanperbedaan antara dirinya dengan teman-temannya yang sangat beragam. Perbedaan ini bermacam-macam berkaitan dengan fisik, karakter, latar belakang sosial ekonomi, dan juga suku.


Banyak orang tua yang ingin anknya cepat duduk di bangku sekolah, anak mengalami masa transisi sekolah dari masa pendidikan TK masuk pada bagku Sekolah Dasar (SD). Sekolah dasar merupakan dunia baru yang akan ditempuh anak ketika mulai menapaki tugas-tugas yang lebih formal dan menuntut berbagai kemampuan di antaranya calistung (membaca, menulis, dan menghitung), adaptasi dan kemandirian.

Sewaktu masih di Taman Kanak-kanak, guru atau orang tua mulai memperkenalkan berbagai macam huruf maupun angka sesuai taraf perkembangan anak tanpa adanya tuntutan yang ketat, misalnya dengan memperbolehkan anak menyelesaikan tugasnya di rumah bersama orang tua dan tidak adanya sangsi jika terlambat atau bahkan tidak mengumpulkan tugas-tugasnya.  Suasana kelas di TK juga memungkinkan anak untuk bereksplorasi dengan benda-benda di sekelilingnya dengan leluasa dan karena jam pelajarannya yang singkat maka anak masih dapat bermain sepuasnya sepulang sekolah.
Namun keadaan tersebut berubah manakala anak sudah bersekolah di SD. Bertambahnya jam pelajaran juga jenis pelajaran yang diberikan menuntut anak untuk mampu beradaptasi dengan perubahan tersebut. Hal ini memerlukan kematangan anak untuk bersekolah, sebab anak yang belum mencapai tahap kematangan tersebut dikhawatirkan mengalami banyak kendala ketika bersekolah di SD dan dapat berbalik membenci sekolah.


Kematangan sekolah adalah suatu kondisi di mana anak telah memiliki kesiapan yang cukup memadai baik secara fisik, psikologis, kognitif dan sosial dalam memenuhi tuntutan  lingkungan formal, lembaga pra sekolah atau sekolah yang akan dimasukinya. Menurut Strebel, kriteria kematangan sekolah adalah sebagai berikut:

Perkembangan fisik yang memadai.

Dalam hal ini maka faktor usia turut menentukan kesiapan fisik anak ketika memasuki jenjang SD. Berdasarkan tahap perkembangan fisik, maka pada usia 6 tahun anak menunjukkan bentuk tubuh dan kesiapan fisik yang berkembang dari masa kanak-kanak awal menuju masa usia sekolah. Anak usia sekolah menunjukkan perubahan fisik yang mencakup tinggi dan berat badan serta proporsi tubuh. Hal ini diperlukan mengingat di jenjang SD anak dituntut untuk memiliki kemampuan motorik kasar dan motorik halus yang memadai untuk dapat mengikuti pelajaran di sekolah seperti; melompat, berlari dan menangkap bola ketika pelajaran olahraga, kemampuan memegang alat tulis dengan benar sehingga mampu menulis huruf maupun angka dan menggambar bentuk-bentuk yang sederhana.


Derajat ketergantungan dengan orangtuanya.

Anak yang hendak masuk SD diharapkan dapat bersikap lebih mandiri dan tidak terlalu tergantung pada orang tua atau pengasuh untuk mengerjakan aktifitas sehari-hari seperti; mampu makan sendiri tanpa disuapi, dapat membuka dan menutup celana ketika akan buang air, membersihkan diri setelah buang air besar dan kemampuan mengurus diri sendiri yang lainnya.


Pemilihan tugas secara mandiri.

JIka sewaktu di TK kegiatan anak banyak dibantu dan dibimbing oleh guru maupun orang tua maka diharapkan ketika memasuki jenjang SD anak mulai mampu memilih tugas-tugas yang akan dikerjakannya berdasarkan minatnya. Misalnya anak dapat berinisiatif untuk meminta krayon dan kertas gambar pada gurunya karena ia suka menggambar.. 
Mampu menyelesaikan tugas yang dipilihnya sendiri.
Apabila ia sudah mampu memilih kegiatan yang akan dilakukannya maka diharapkan anak juga memiliki tanggung jawab untuk dapat menyelesaikan tugas-tugasnya tersebut dengan mandiri dan tanpa dipaksa oleh guru maupun orang tua. Hal ini diperlukan karena di SD anak dituntut untuk menyelesaikan semua tugas-tugasnya sesuai dengan waktu yang ditentukan, misalnya soal-soal ulangan harus diselesaikan di sekolah tepat waktu dan PR yang diberikan hari ini harus dikumpulkan keesokan harinya di sekolah.


Menampilkan kesiapan dalam sikap belajar.

Hal ini mencakup pula kemampuan anak berkonsentrasi, daya tangkap dan kemampuannya dalam mengontrol diri. Suasana kelas di SD menuntut kesiapan anak untuk mampu berkonsentrasi dan tahan untuk tetap duduk di kursinya dalam jangka waktu tertentu untuk mendengarkan penjelasan gurunya dan mengerjakan tugas-tugasnya di sekolah.


Menunjukkan kematangan dalam tingkah laku sosialnya.

Agar dapat beradaptasi dalam masa transisi dari TK ke SD maka anak diharapkan memiliki kemampuan berinteraksi dengan guru-guru dan teman-teman di sekolahnya. Kemampuan ini diperlukan bagi anak antara lain karena ia harus mampu memahami tata aturan yang diberlakukan di sekolah dan dapat mengendalikan perilakunya sesuai dengan peraturan yang ada.


Perkembangan mental yang memadai.  

Hal ini mencakup perkembangan kognitif anak. Istilah kognitif mengacu pada salah satu domain atau ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi dan pemecahan masalah (Chaplin, 1972 dalam Syah, 2006). Kesiapan kognitif anak dapat dilihat melalui tes inteligensi maupun tes kesiapan sekolah yang meliputi sejumlah tes pengukur persepsi, motorik, numerik, sosialisasi, dan emosi.


Saya pernah mendengar cerita dari tante saya yang guru SD ketika mengadakan tes masuk kelas 1 sekolah dasar bagi anak yang baru lulus TK. Banyak cerita menarik dan lucu dalam tes tersebut, tidak sedikit orang tua yang memberikan contekan untuk anaknya agar anak bisa menjawab pertanyaan- pertanyaan guru, tidak hanya itu banyak anak yang menangis karena tidak bisa memnuhi perintah guru yag mengetes, juga masih banyak anak yang tidak mandiri, menangis ketika di tinggal orangtuanya keluar. Ternyata masih banyak orang tua yang terlalu memaksa agar anaknya cepat duduk di bangku sekolah dasar, padahal anak masih belum memiliki kematangan dan sarat- sarat lain untuk siap sekolah di bangku dasar.

Selain itu semua Orang tua juga dituntut untuk jeli dalam memilih sekolah yang sesuai untuk anak mengingat saat ini semakin banyak pola pengajaran yang diterapkan oleh sekolah-sekolah. Misalnya, jika orangtua menginginkan anaknya lancar berbahasa asing, maka pilihlah sekolah yang mengajarkan bahasa asing secara intensif atau pilih sekolah alam jika  orangtua menginginkan anak secara aktif belajar melalui benda-benda yang berada di alam sekitarnya. Namun yang terpenting dalam memilih sekolah adalah menyesuaikan antara kemampuan dan kebutuhan anak serta harapan dan kemampuan orangtua. Sekarang sudah banyak model pendidikan yang di sajikan untu memenuhi kebutuhan kanak, salah satunya juga home schooling.

Munculnya homeschooling didasari oleh berbagai hal yang berbeda-beda untuk setiap keluarga. teatapi, kekhawatiran orangtua akan pendidikan sekolah pada masa ini (yang tidak jelas arahnya, pergaulan anak yang penuh tekanan, biaya pendidikan yang mahal, tuntutan perilaku yang seragam, jumlah jam yang terlalu banyak dan penuh) disinyalir menjadi penyebab utama sejumlah orangtua menerapkan pendidikan model homeschooling ini. Selain itu, karakteristik anak yang berbeda-beda, yang pada akhirnya beberapa dari mereka mengalami perasaan tertekan saat bergaul dengan teman di sekolahnya, juga diperhatikan orangtua praktisi sekolah rumah. Ada cukup banyak anak yang pintar melebihi teman-temannya akhirnya malah dikucilkan oleh teman-temannya, tapi ketika diberikan pendidikan rumah, anak-anak ini menjadi kian berkembang aspek intelektual, emosional, dan sosialnya. Denganpendidikan sekolah rumah, mereka merasakan bebas menjadi dirinya sendiri sehingga keingintahuan dan minat belajarnya menjadi kian luas. Pertimbangan lain dilakukannya pendidikan rumah adalah keinginan orangtua untuk membekali anak dengan nilai-nilai tertentu (agama, spiritualitas, dll) yang mungkin luput dari perhatian kurikulum dan penyelenggara sekolah umum.

Homeschooling di Indonesia dikenal pula dengan nama Sekolah Rumah. Prinsipnya adalah bahwa pada sistem pendidikan homeschooling, sebuah keluarga bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya. Di sini, orang tua bertanggung jawab secara aktif atas proses pendidikan anaknya. Bertanggung jawab secara aktif ini maksudnya adalah orangtua terlibat penuh pada proses penyelenggaraan pendidikan, mulai dalam hal penentuan arah dan tujuan pendidikan, nilai yang ingin dikembangkan, kecerdasan dan ketrampilan yang hendak diraih, kurikulum dan materi pembelajaran hingga metode belajar serta praktik belajar keseharian anak.
Tidak sengaja saya membaca pengalaman homeschooling seorang anak bernama Yudhis, berusia 7 tahun. Anak ini dan kedua orang tuanya menuliskan pengalaman-pengalaman sehari-hari mereka menempuh pendidikan homeschooling dalam website mereka (www.sumardiono.com). 

Yudhis menceritakan pengalamannya belajar berbagai hal :
1.Hari ini aku belajar membuat animasi pakai Corel R.A.V.E. Aku membuat kereta api.

Pertama aku buat rel lalu aku copy 40 gambar. Lalu aku gambar bendera. 20 copy gambar bendera merah dan 20 copy gambar bendera hijau. Setelah itu aku gamber keretanya setelah gambar kereta aku copy 12 gambar bergerak. Setelah itu aku copy 9 gambar kereta berhenti. Pura-puranya lagi menunggu lampu hijau. Lalu aku copy 20 gambar bergerak untuk menjalankan kereta.
Setelah kereta selesai aku gambar awan dan burung. Jadi deh animasi pertamaku. Ternyata untuk buat 4 detik animasi butuh 40 gambar. Bisa bayangin nggak film yang kita tonton pasti butuh beribu-ribu gambar hah pasti kalau bikin sendiri oranya sudah pingsan karna kecapaian.

2.Hari ini aku sama bapak di ajarin manasin mobil sama bapak aar.

Jadi pertamanya gini, Pertama aku lagi mau berdiskusi bersama bapak lalu aku diajak berdiskusi di mobil. Lalu aku tanya bapak kenapa aku berdiskusi di dalam mobil lalu kata bapak kalau berdiskusi itu bisa di mana saja. Jadi aku berdiskusi. Lalu bapak bertanya yudhis mau manasin mobil enggak? Iya aku mau. Lalu aku diberi tahu caranyA. Pertama aku di ajarin dibawah setir ada tiga injekan. Paling kanan gas tengah yang paling kiri kopling. Injekan gas untuk membuat mobil jalan. Kalau rem untuk berhenti. Kalau kopling temannya tongkat di sebelah ku. Pertama aku menginjak gas tapi harus pelan-pelan ternyata susah tapi semakin lama aku mulai bisa. Karna kaki ku masih pendek jadinya agak susah. Besok aku mau manasin mobil lagi.

Dari hal ini kita bias Melihat dari pengalaman Yudis anak homeschooling, mendapatkan pelajaran bisa dari siapa saja, dari mana saja dan kapan saja bisa dari orangtua, lingkungn dan orang- orang di sekitarnya. anak akan berinteraksi dengan ragam orang dan ragam usia. Orangtua mengajarkan berinteraksi dengan banyak orang dari berbagai usia, dan membiasakan anak menjadi penolong bagi orang lainnya, serta dapat belajar dari siapa saja yang ditemuinya dalam kehidupan.
Itulah gambaran- gambaran tentang dunia sekolah anak, di harapkan orangtua dapat mempersiapkan anak untuk memasuki dunia sekolah anak dengan baik. Dan orang tuabisamemilih pendidikan yang terbaik untuk anak.

ANAK DAN TEMAN

Semua orang pasti punya teman atau sahabat, tidak terkecuali anak – anak, bahkan banyak orang dewasa yang memiliki teman atau sahabat yang mulai terjalin sejak mereka masih anak – anak. Lalu apakah kalian pernah memikirkan bagaimana proses terjadinya pertemanan pada anak- anak sehingga tidak jarang mereka terus bersahabat/ berteman hingga mereka dewasa? Atau bahkan terkadang mereka waktu kecil berteman tetapi ketika sudah remaja atau dewasa mereka berpisah dan tidak berteman lagi.
Mungkin jarang ada yang memperhatikan atau mengingat bagaimana proses pertemanan pada anak itu terjadi, bahkan orang tua pun tidak begitu memperhatikan, padahal ini penting lo untuk masa perkembangan anak.

Karakteristik perkembangan pada masa akhir anak-anak

Menurut Hurlock sebagai berikut :

Masa berkelompok dimana perhatian utama anak-anak tertuju pada keinginan
diterima kelompoknya
Proses penyesuaian diri dengan standar yang disetujui kelompoknya
Usia kreatif, menunjukkan bahwa anak ketika tidak dihalangi oleh rintangan-rintangan lingkungan, kritik, cemoohan dari orang dewasa maka anak akan mengerahkan enaganya dalam kegiatan-kegiatan yang kreatif
Usia bermain karena luasnya minat anak


Perkembangan kognitif sosial anak akhir
Menurut piaget


Pemikiran tentang diri sendiri:

Konsep diri menekankan pada trait kepribadian. Self-esteem diorganisasikan secara hierarkis, setidaknya muncul ke dalam tiga dimensi (akademis, fisik, sosial), yang berbeda tergantung kepada evaluasi diri dan saling bergabung membentuk impresi akan dirinya. Self-esteem akan menurun ketika anak membandingkan dirinya dengan anak lain, kemudian kembali meningkat. Sifat yang berkaitan dengan prestasi berbeda tergantung kepada kemampuan, usaha, dan factor di luar diri anak.


Pemikiran tentang orang lain:

Deteksi akan usaha untuk mencapai tujuan mulai meningkat. Persepsi akan manusia lebih menekankan pada trait kepribadian dan perbandingan sosial. Anak mendapatkan pengetahuan mengenai rasis, etnis, kelas sosial, prasangka menurun. Perspective taking meningkat, anak memahami bahwa manusia dapat mengartikan kejadian yang sama dalam cara yang berbeda.

Pemikiran tentang relasi antar manusia:

Pertemanan menekankan pada rasa percaya dan saling membantu yang dilakukan bersamasama.Kuantitas dan kualitas dari strategi pemecahan masalah sosial berkembang. Komponen dari pemecahan masalah-masalah sosial lebih berkaitan dengan kompetensi sosial. Perspective taking: kemampuan membayangkan apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain.
Pada anak usia 7-12 tahun: Anak mulai bisa menempatkan diri di posisi orang lain, dan melihat pandangan, perasaan, dan tingkah laku mereka berdasarkan sudut pandang orang lain. Mereka juga mengenali bahwa orang lain juga bisa melakukan hal yang sama.

Fase Pertemanan Anak

Fase Pertama



Teman untuk bermain

(Teman bermain untuk usia anak antara 5 sampai 7 tahun.)

Bagi mereka, teman adalah seseorang yang mempunyai mainan yang menarik, yang tempat tinggalnya dekat di sekitar tempat tinggal anak , dan mereka mempunyai ketertarikkan yang sama. Kepribadian dari teman tersebut tidak menjadi masalah, yang terpenting bagi mereka adalah kegiatan dan mainan apa yang mereka miliki, persahabatan mereka akan terputus apabila salah seorang dari anak tersebut tidak mau bermain lagi dengan anak lainnya karena kejenuhan dan kebosanan, persahabatan mereka akan secepat mungkin terputus dan terbina kembali begitu saja.
Contoh percakapan yang sering kita temui pada anak-anak usia 5 sampai 7 tahun, antara lain mengenai berbagi minan misalnya
“Kalau kamu meminjami saya boneka itu, kamu temanku lagi”
Nah di ingat- ingat pasti waktu kecil kita pernah seperti ini kan? Dalam usia ini mereka dengan gampangnya mengatakan tentang berteman, dan mereka bisa begitu saja berteman setelah saling mengetahui nama masing-masing. Bahkan apabila mereka berantem pasti akan cepat baikan lagi.


Fase Kedua

Teman untuk bersama


(Teman bermain dan membangun kepercayaan, untuk usia anak antara 8 sampai 10 tahun.)

Dalam usia mereka ini, pengertian teman sedikit lebih luas dari pada fase pertama, karena arti teman bagi mereka sudah melangkah ke perasaan saling percaya, saling membutuhkan dan saling mengunjungi.
Dalam fase ini seorang anak untuk mendapat teman tidak segampang anak pada fase pertama, karena mereka harus ada kemauan berteman dari kedua belah pihak.
Mereka tidak akan mau berteman lagi setelah di antara mereka timbul masalah, seperti ;
- Salah seorang di antara mereka ada yang melanggar janji ;
- Salah seorang di antara mereka ada yang terkena gosip ;
- Salah seorang di antara mereka tidak mau membantu, disaat temannya tersebut
membutuhkan pertolongan.

Pada usia ini memang masih labil sekali dalam pertemanan, saya ingat dulu waktu masih kelas 3 SD ada teman yang di gosipkan ketahuan masih suka nge- Dot (minum pakai dot bayi)l, dan ahirnya teman- teman menjauhi, bahkan teman dekatnya pun ikut menjauhi karena apabila kita tetap berteman dengan dia maka kita juga akan di juluki suka nge-Dot seperti dia oleh anak- anak lain, pada ahirnya dia tidak memiliki teman.

Dalam fase ini, seorang anak tidak mudah menjalin persahabatan, biasanya persahabatan tersebut terjadi setelah beberapa saat mereka saling mengenal baik baru mereka akan menjalinnya, kadang persahabatan mereka bisa sampai usia dewasa, kadang juga terputus tergantung factor apa yang terjadi selama persahabatan mereka.


Fase Ketiga

Persahabatan yang penuh dengan saling pengertian


(Terjadi pada anak usia 11 sampai 15 tahun)

Bagi mereka arti teman tidak hanya sekedar untuk bermain saja, di sini seorang teman harus juga bisa berfungsi sebagai tempat berbagi pikiran, perasaan dan pengertian.
Pada fase ini persahabatan memasuki stadium yang sangat pribadi, karena pada umumnya mereka sedang mengalami masa puber dengan permasalahan psikologis seperti ; depresi, rasa takut, problemdi keluarga, atau problem keuangan yang terjadi pada mereka, biasanya mereka lebih tahu permasalahan psikologis tersebut dibandingkan dengan orang tua mereka sendiri.
Persahabatan pada fase ini bisa berubah seiring dengan berjalannya usia mereka, dari sekedar teman bermain, kemudian berkembang menjadi teman berbagi kepercayaan dan teman berbagi emosi.
Persahabatan tersebut biasanya terputus karena salah seorang dari mereka pindah rumah atau melanjutkan sekolah di kota lain.
Tidak jarang lo pertemanan pada masa ini harus terputus karena kita pindah rumah, atau melanjutkan sekolah ke kota lain, karena saya juga memiliki sahabat dulu ketika SMP tetapi setelah saya melanjutkan SMA ke kota lain dan pada ahirnya lama tidak bertemu menjadikan kami canggung waktu bertemu lagi, bahkan seperti bertemu dengan orang lain, mungkin karena lingkungan sosial yang sudah berbeda menyebabkan kami sudah berbeda lagi dalam pertemanan tersebut.



Pentingnya Persahabatan Untuk Perkembangan Sosial Anak-Anak


Populer atau Tidak Populer dan Apa Akibatnya?

Di dalam lingkungan sekolah dasar, biasanya ada anak yang populer dan tidak populer, baik anak tersebut lebih menonjol karena kepintaranya atau pun karena hal yang lainnya. Anak popular ini biasanya di kenal oleh banyak teman- teman yang lan, di sukai dan di anggap baik.
Mereka mendapat perhatian lebih, seperti selalu diundang dan hadir di pesta ulang tahun temannya sedangkan yang tidak populer tidak pernah diundang.

Ini adalah jenis- jenis status sosial anak dan teman

1.Anak-anak yang menyandang bintang sosiometris

Bintang sosiometris, artinya mereka paling banyak disebut sisi positifnya dari pada sisi
negatifnya, biasanya mereka disenangi dan diakui oleh teman-temannya sedikit dari mereka yang menyandang bintang sosiometris ini merasa terasingkan.


2.Anak-anak yang biasa

Biasanya mereka tidak begitu populer dibandingkan dengan bintang sosiometris, tetapi mereka lebih banyak disebut sisi positifnya dan sedikit disebut sisi negatifnya.


3.Anak-anak yang terisolir

Biasanya mereka tidak disebut sisi positifnya dan juga tidak disebut sisi negatifnya, sepertinya anak terisolir tersebut tidak terlihat oleh teman-temannya.


4.Anak-anak yang terasingkan

Biasanya mereka oleh anak-anak yang lain diasingkan dan tidak diakui sebagai teman, mereka biasanya sedikit sekali disebut sisi positifnya dan lebih banyak disebut sisi negatifnya.

Dari urutan-urutan di atas, sebagai orang tua harus cepat tanggap dan tidak ragu untuk bertanya kepada guru di sekolah, bagaimana perkembangan psikologi anak di lingkungan sekolah, hal tersebut dilakukan untuk membandingkan perkembangan psikologi anak di lingkungan rumah dan di lingkungan sekolah, supaya kita dapat secepatnya menelusuri dan mengetahui apakah anak kita mempunyai masalah dalam dirinya yang tidak berani diungkapkan kepada kita sebagai orang tuanya dan kita bisa dengan cepat menangani serta membantu memecahkan masalah si anak tersebut, sebelum masalah anak tersebut terlanjur merubah sifat dan karekter si anak.

Faktor-faktor penting yang mempengaruhi dalam status sosial anak :

1. Cara orang tua mendidik dan membina anak
Orang tua yang mendidik anak dengan cara bertahap dalam menjelaskan sesuatu hal, dan mendidik anak dengan penuh kasih sayang, biasanya anak-anak mereka memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan mereka akan mudah dalam mengembangkan hubungan sosialnya.

2. Urutan kelahiran
Urutan kelahiran, mempengaruhi juga dalam status sosial anak, karena biasanya anak yang paling muda lebih populer dan terbiasa dengan negoisasi dari pada saudara-saudaranya.

3. Kecakapan dan keterampilan mengambil peran
Biasanya anak-anak populer memiliki kecakapan dan keterampilan dalam mengambil apa pun posisi peran dan posisi peran tersebut dapat berkembang menjadi lebih baik. Dan anak-anak populer biasanya memiliki intellegensi/kecerdasan yang baik.

4. Nama
Ternyata di lingkungan anak-anak, nama dapat membawa pengaruh.
Nama yang dapat diasosiasikan dengan sesuatu hal, dapat membawa pengaruh negatif terhadap perkembangan sosial psikologi anak. karena anak-anak masih sangat kongkrit dalam menyatakan sesuatu hal, akibatnya anak tersebut merasa rendah diri dan tersudut apabila anak-anak yang lain mencemoohkan karena namanya dapat diasosiasikan dengan sesuatu hal.

5 Daya tarik
Anak-anak yang memiliki daya tarik tersendiri, biasanya selalu populer daripada anak yang kurang memiliki daya tarik. Pada anak usia 3 tahun, anak yang menarik dan anak tidak menarik tidak begitu kelihatan mencolok, tetapi pada anak usia 5 tahun, hal tersebut dapat terlihat sangat jelas, anak usia 5 tahun yang tidak menarik biasanya lebih agresif dan sering tidak jujur dalam bermain, sedangkan pada anak usia 5 tahun yang memiliki daya tarik, biasanya mereka sering diberi masukkan-masukkan yang positif dari sekitarnya sehingga tumbuh rasa percaya diri yang lebih tinggi,

6. Perilaku
Tidak semua anak yang menarik menjadi populer karena masih banyak faktor lainnya yang bisa mempengaruhi katagori populer. Perilaku yang membuat anak populer, antara lain ; ramah tamah, mempunyai rasa simpati, tidak agresif, bisa berkerja sama, suka menolong, suka memberikan masukkan atau komentar yang positif, dan lain-lain.
 
Semoga bermanfaat, dan orangtua lebiha tau tentang anak dan faktor- factor menyebabkan terjadinya bermacam – macam status social anak pada pertemannya sehingga orangtua dapat mendukung dan membantu anak menjadi anak yang popular dan memiliki pertemanan yang baik.

Jumat, 11 Juni 2010

Anak & Media : Upin Ipin vs Cerita Rakyat

Banyak banget sekarang cerita- cerita menarik buat anak- anak baik di kemas dalam film kartun, komik maupun buku cerita, yang tak kalah marak adalah cerita lucu anak kembar dari negri jiran UPIN & IPIN, bahkan bak selebritis UPIN &IPIN mampu menarik minat tidak hanya anak kecil tapi juga remaja dan orang dewasa, UPIN & IPIN tidak hanya di kemas dalam bentuk film tapi juga di kemas dalam bentuk komik, hal ini membuat anak - anak semakin menggemari UPIN &IPIN, Tapi bagaiman dengan nasib karya budaya dari negri kita sendiri yaitu cerita rakyat yang mengisahkan tokoh- tokoh dan legenda cerita tanah air?
mengapa anak- anak sekarang lebih menggemari UPIN & IPIN pruduk negara tetangga, dari pada cerita rakyat yang mengenalkan pada tokoh- tokoh legendaris dan kisah- kisah terkenal di tanah air?
berikut ini bedah bukunya he.. he..

UPIN & IPIN

Data Umum
Jenis : Komik
Judul : Upin & Ipin : Ayo Berkebun
36 hlm, thn 2010


Penyampaian Content:
Komik berwarna dengan gambar 3 dimensi / animasi

Conten :
Bercerita tentang cara berkebun yang baik.


Tujuan / Materi yang ingin disampaikan / pelajaran yang bisa diambil:
Cara berkebun
Harus membantu orang tua sebelum bermain.
Pentingnya makan sayur
Tidak boleh menjahili teman


Sasaran pembaca :
Semua umur, namun lebih cocok untuk anak usia sekolah ( 5-10 th ), untuk anak usia 2-4 tahun hendaknya didampingi orang tua.
Cocok untuk anak laki-laki maupun perempuan, karena pada cerita upin ipin tsb tidak ada unsur perbedaan gender, perempuan dan laki-laki jadi satu, dan bermain bersama.


Pengemasan Media (kelebihan dan kekurangan ) :
Sesuai tujuan
Sesuai dengan usia yang dituju
Walaupun bahasa telah diterjemahkan, masih ada bahasa yang tidak jelas.
Biasanya anak kesulitan mengurutkan gambar dikomik, sehingga kadang anak kebingungan jika tidak didapingi orang tua.


Teori yang Relevan :
Teori kognitif piaget
Teori belajar pengolahan informasi (memori)
Teori social Learning


CERITA RAKYAT DARI MALANG


Data Umum :
Jenis : Buku
Judul : Cerita Rakyat Dari Malang (Jatim)
72 hlm, thn 2008

Penyampaian Content:

Sedikit gambar, banyak tulisan dan tidak berwarna.

Conten :
Bercerita tentang dongeng, legenda maupun mitos yang ada di Jawa.


Tujuan / Materi yang ingin disampaikan / pelajaran yang bisa diambil:
Kita harus berjuang sekuat tenaga untuk membela tanah air.
Harus mengakui kelebihan orang lain.
Harus berbakti pada orang tua.
Harus saling membantu sesama.
Harus mencari ilmu setinggi mungkin untuk kemudian dibagikan pada orang lain.
Tidak boleh ingkar janji.



Sasaran pembaca :
Semua umur, khususnya anak usia sekolah, apabila untuk anak usia pra sekolah ke bawah memerlukan bantuan orangtua untuk membaca dan menjelaskan.
Cocok untuk anak laki-laki maupun perempuan


Media (kelebihan dan kekurangan ) :

Sesuai tujuan
Sesuai usia yang di tuju
Penyampaian kurang menarik untuk anak- anak karena gambar yang sedikit dan tulisan yang banyak jadi anak- anak kurang berminat untuk membaca wlaupun ceritanya bagus.


Teori yang Relevan :
Teori kognitif
Teori behaviorisme
Teori motivasi



Analisis kedua media :


Dari kolom diatas dapat dilihat perbandingan antara Komik Upin & Ipin dengan buku Cerita Rakyat. Meski keduanya sama-sama jenis media bacaan anak-anak, namun tingkat ketertarikan anak pada kedua media tersebut berbeda-beda, untuk anak-anak balita sampai usia sekolah ( 5-10th), mereka pasti lebih tertarik untuk membaca komik Upin & Ipin. Ini di karenakan Jenis penyampaian content yang berbeda.


Dalam teori perkembangan kognitif piaget tahap pra oprasional (usia 2-7thn) anak belum bias berpikir abstrak, mereka tidak mengerti cara berpikir yang sistematis – rumit. Dalam penyampaian cerita harus ada alat peraga. Komik upin & ipin penuh dengan gambar berwarnalah yang menarik untuk anak-anak usia balita sampai sekolah kelas 3 yang umumnya mereka lebih suka melihat gambar daripada harus membayangkan apa yang mereka baca. Dan tentunya dengan gambar yang jelas mereka akan lebih mengerti.


Berbeda dengan buku cerita rakyat yang penyampaian contentnya dominan dengan tulisan atau dalam bentuk paragraf. Ada baberapa gambar, namun tidak banyak. Buku seperti ini biasanya memiliki daya tarik yang rendah untuk anak-anak balita sampai usia 10 tahun apalagi cerita yang di bawakan adalah dongeng atau legenda yang merupakan kisah hayalan yang memerlukan imajinasi tinggi, sebab seperti yang disebutkan tadi, anak-anak ini lebih bisa memahami cerita bergambar daripada cerita yang untuk memahaminya harus membayangkan terlebih dahulu. Namun, walaupun buku ini tidak menarik untuk anak-anak usia 2-10th, buku ini menarik untuk anak-anak usia 11 sampai remaja yaitu dalam teori perkembangan piaget masuk dalam tahap oprasional kongkrit dan oprasional formal, mereka sudah mengerti tentang hal- hal yang rumit dan sistematis mereka dapat berpikir abstrak, atau bahkan orang dewasa. Usia-usia tersebut, mulai bisa berfikir secara abstrak, oleh karena itu mereka tertarik dengan jenis media yang seperti buku cerita rakyat ini.


Selain itu, kisah Upin Ipin ini sedang marak, tidak hanya dalam bentuk komik, namun sebelumnya juga ditayangkan ditelevisi, hal ini semakin membuat anak tertarik untuk membaca komiknya juga. Hal ini juga di jelaskan dalam teori belajar pengolahan informasi (memori). Komponen pertama system memori yang berfungsi menerima informasi baru adalah pusat kemampuan kesan-kesan penginderaan/disebut memori inderawi. Stimulus yang dapat membangkitkan perhatian.

a) Stimulus Psiko fisik (Psycohysical Stimulus)
Variasi intensitas, ukuran, suara dan warna suatu stimulus dapat memunculkan respon tertentu. Jadi komik upin- ipin yang bergambar lucu dan berwarna akan memunculkan respon tertentu dari pada cerita rakyat yang sedikir bergambar dan tidak berwarna.


b) Stimulus emosional (emotional stimulus)
Mampu “mengkoordinasi”penyampaian cerita, maka akan mampu membangkitkan emosi anak (pembaca) yang pada akhirnya anak cepat memahami cerita / informasi baru.


c) Stimulus kesenjangan (Diskrepant Stimulus)
Stimulus yang mampu membangkitkan sebagian tergantung pada aspek kebaharuan, kompleksitas, dan keunikannya. Komik Upin & Ipin yang unik dan sedang marak lebih membangkitkan minat anak daripada Buku cerita rakyat yang di anggap kuno.



Analisa cerita yang di sampaikan

Dalam cerita upin dan ipin penulis menceritakan bagaimana cara berkebun yang baik, upin dan ipin di ajak berkebun oleh kakak dan neneknya., upin dan ipin yang sama sekali tidak tau cara berkebun menirukan cara nenek kakak dan temannya memei yang kebetulan tahu tentang cara berkebun. Hal ini sesuai dengan teori social Learning Alber Bandura prinsip dasar belajar menurut teori ini bahwa yang di pelajari individu terjadi melalui peniruan dan penyajian contoh prilaku. Kak ros juga menggunakan conditioning yaitu melalui pemberian reinforcement negative yaitu upin dan ipin dilarang bermain apabila dia tidak membantu kakak dan neneknya berkebun, kak ros menghilangkan stimulus yang menyenangkan yaitu bermain agar memperkuat prilaku upin dan ipin untuk membantu berkebun.
Sedangkan dalam cerita rakyat yang penuh dengan hikmah atau pelajaran yang bias dia ambil disini penulis ingin memberimotivasi kepada anak- anak agar memiiki cita- cita setinggi langit seprti dalam teori Motivasi yaitu pendorong seseorang untuk melakukan sesuatu baik internal maupun eksternal. Di setiap cerita pasti ada motivasi yang di miliki tokoh untuk mencapai cita- cita dan keinginannya.
Dalam cerita- cerita di buku ini tokoh – tokohnya juga melakukan proses belajar dari alam dan lingkungan seperti teori behaviorisme tokoh di ceritakan berprilaku dari proses belajar dari lingkungan dan pengalaman yang di dapat. Di setiap cerita- cerita di buku juga ada penguatan prilaku seprti reinforcement dan punishment, orang yang berprilaku jahat mendapat hukuman dan orang yang berprilaku baik mendapat kebahagiaan seperti didalam cerita bawang merah bawang putih, ken arok, jaka unthuk, aji saka dan banayk cerita lain.

Kamis, 10 Juni 2010

GENDER

Kata gender pasti sudah gak asing di telinga kita dan pastinya sering kita degar, tapi sebenarnya kita tau gak sih gimana asal muasal gender itu sendiri terbentuk pada setiap individu, dan apa yang salah dari pembentukan atau stereotip gender itu sendiri?

Saya teringat adik sepupu saya yang masih berumur 4 tahun minta di belikan mainan masak- masakn pada ibunya tapi sang ibu melarang karena adik sepupu saya laki- laki dan memaksa membelikan bola yang menurut ibunya lebih pantas di mainkan oleh laki- laki, padahal pada akhirnya bola yang di belikan hanya tersimpan di kardus mainan. Fenomena seperti inilah yang sering terjadi, orang tua yang sering menstereotipkan peran social yang harus di jalan kan oleh anaknya, padahal bisa saja anak melakukan pekerjaan atau berprilaku sesuai minat dan bakat yang mereka miliki tanpa harus terisolasi oleh peran gender yang di tuntut oleh masyarakat.

Sejak bayi lahir pikiran dan tindakanya sudah di bedakan berdasarkan jenis kelaminya yaitu laki- laki atau perempuan. Anak alaki- laki dan perempuan akan di sosialisasikan berbeda dalam aktivitas bermain dan tugas rumah tangga. Perbedaan gender pada masa dini tentang cara main dan pilihan teman main ini lah yang akan membentuk gender dan stereotp tersendiri.

Anak laki- laki dan perempuan lebih banyak memperbincangkan cerita- cerita sesuai jenis kelaminya sendiri. Tema anak perempuan lebih berhubungan dengan nurturance dan tema anak laki- laki kebanyakan tentang agresi
Bahkan kita akan menemukan peran gender dalam komik favorit anak- anak saat ini, dalam cerita komik laki- laki lebih mungkin menjadi pelaku utama dalam cerita tersebut sedangkan kebalikanya peran wanita dalam cerita komik akan cenderung pasif. lebih dari itu laki- laki di gambarkan bias melakukan pekerjaan yang lebih berat dari pada wanita, wanita lebih banyak tampil dalam urusan rumah mereka juga terlihat lebih pasif.

Dalam media masa seperti tv tetap memperlihatkan wanita dalam peran yang stereotipikal dan tentunya menggunakan pria sebagai narrator. Tidak hanya itu di dalam film, sinetron maupun Video kebanyakan menggambarkan perempuan sebagai korban kejahatan dan kekerasan. Orang yang membuat film- film tersebut secara tidak sengaja mengembangkan penerimaan yang lebih besar tentang stereotip peran gender dan kekerasan terhadap wanita.

hal inilah yang kemudian membentuk pemikiran anak- anak tentang peran gender yang harus mereka jalani sesuai yang telah mereka pelajari dari lingkungan dan pengetahuan yang mereka dapat jadi tidaklah slalah apabila ketika menginjak remaja dan di Tanya mengenai gambaran diri ideal mereka ketika dewasa remaja putri mungkin menyebutkan keinginan untuk menikah dan berkeluarga, sedangkan memiliki mobil sport dan atletik akan lebih penting pada remaja putra.

Teori Belajar Sosial (Social Learning) oleh Bandura menekankan bahwa kondisi lingkungan dapat memberikan dan memelihara respon-respon tertentu pada diri seseorang. Asumsi dasar dari teori ini yaitu sebagian besar tingkah laku individu diperoleh dari hasil belajar melalui pengamatan atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu – individu lain yang menjadi model. Teori belajar sosial ini menjelaskan bagaimana kepribadian seseorang berkembang melalui proses pengamatan, di mana orang belajar melalui observasi atau pengamatan terhadap perilaku orang lain terutama pemimpin atau orang yang dianggap mempunyai nilai lebih dari orang lainnya. Istilah yang terkenal dalam teori belajar sosial adalah modeling (peniruan).
Pembentukan gender disini merupakan hasil dari social learning yang di lakukan oleh anak. Orang tua, lingkungan social dan media masa lah yang membentuk steoreotip gender itu sendiri.

Teori Social learnig

Attachment to mother as main rewarder → identivication with mother →gender identity


Teori social learning menunjuk pada adanya kontinum ‘ nature – nurture’ melihat perbedaan dan peran gender sebagai hasil dari lingkunagn social skema gender juga menekankan aspek kognitif dari ‘gender- typing’ dan interkasi antara struktur pemahaman pengetahuan individu dan informasi yang masuk dari lingkungan sekitar.
Pada teori belajar sosial kelekatan parental terjadi lebih dahulu kemudian mengarah pada identifikasi dan akhirnya pada terbentuknya identitas gender.

Fakta menunjukan bahwa biasanya anak- anak beridentifikasi secara kuat dengan orangtua yang sama jenisnya, dan identifikasi ini merupakan kekuatan penting dalam perkembangan gender.

Teori social lerning penting dalam penekanannya pada komponen sosial dan cultural dari perkembangan peran gender- pentingnya peran masyarakat dalam membentuk perilaku yang ‘gender-type’→ pria dan wanita di perlakukan secara berbeda.

Rabu, 09 Juni 2010

Identitas




Kalau bicarain tentang identitas banyak banget arti dan definisi yang muncul, mau gak mau kita harus melihat masa lalu dalam kontek identitasbukanlah sebuah proses produksi di ruang vakum tetapi di dalam relasi - relasi kita dengan oranglain.
Cara kita mendefinisikan diri akan sangat berpengaruh terhadap pikiran , tindakan dan keputusan yang kita ambil. Saya mengangkat cerita menarik di internet yang saya baca, menceritakan tentang seekor anak elang yang dipelihara dan di besarkan oleh keluarga ayam. Tentu sajakeluarga ayam ini mengajarkan kepada sang anak elang tentang segala sesuatu yang menyangkut ke-ayam-an , antara lain ayam memakan biji- bijian, ayam tidak bisa terbang tinggi, ayam hanya bisa begini dan begitu saja Pada suatu waktu anak elang ini melihat burung elang yang gagah melintas di angkasa dengan decak kagum anak elang berkata "alangkah gagah dan anggunya burung itu. Keluarga ayam yang mendengar komentar sang anak elang berkata "itu adalah burung elang. Iya memang memiliki kemampuan untuk terbang tinggi di angkasa. Sedangkan kita adalah keluarga ayam. Ayam hanya bisa terbang renda dan tak akan pernah terbang tinggi seperti elang.


singkat kata anak elang merimabulat- bulat apa yang di ajarkan keluarga ayam. Iya akhirnya mendefinisikan dirinya sebagai anak ayam. Karena ia mendefinisikan diri sebagai anakayam, ia pun berpikir , berprilaku, dan bertindak seperti anak ayam. Sampai akhir hayat anak elang beraktivitas, bertindak dan mengambil keputusan seperti anak ayam sesuai definisi yang di yakininya. Dari ilustrasi di atas bisa mendapatkan beberapa pelajaran berharga mengenai pengaruh definisi identitas diri yang kita yakini. Cara kita mendefinisikan identitas kita akan menentukan masa depan kita melalui cara berpikir. Sang elang yang mendefinisikan dirinya sebagai anak ayam akhirnya berpikir dan bertindak sepertia anak ayam.


Ini juga terjadi pada anak - anak cara orangtua mendidik akan berpengaruh pada perkembangan identitasnya kelak, ini juga di jelaskan dalam teori James Marcia identitas diri merujuk kepada “ pengorganisasian atau pengaturan dorongan-dorongan, kemampuan-kemampuan dan keyakinan-keyakinan ke dalam citra diri secara konsisten yang meliputi kemampuan memilih dan mengambil keputusan baik menyangkut pekerjaan, orientasi seksual dan filsafat hidup.


Identitas achievement ; seorang individu dikatakan telah memiliki identitas, memiliki komitmen dan telah mengalami krisis
Ciri orang yang memiliki identitas ini : mampu membuat pilihan dan komitmen yang kuat, pilihan dibuat sebagai hasil proses periode krisis dan pencurahan banyak pikiran serta perjuangan emosi, orang tua mendorongnya untuk membuat keputusannya sendiri, orang tua mendengarkan ide-idenya dan memberi opini tanpa tekanan, flexible strength, banyak berpikir, tetapi tidak terlalu mawas diri, mempunyai rasa humor, dapat bertahan dengan baik dibawah tekanan, mampu menjalin hubungan yang intim, dapat bertahan meskipun membuka diri pada ide baru

Identitas foreclosure; identitas ini ditandai dengan tidak adanya suatu krisis, tetapi ia memiliki komitmen atau tekad.
Ciri seseorang yang memiliki identitas ini : komitmennya dibuat setelah menerima saran dari orang lain, keputusan dibuat tidak sebagai hasil dari krisis, yang akan melibatkan pertanyaan dan eksplorasi pilihan-pilihan yang mungkin, berpikiran kaku, bahagia, yakin pada diri sendiri, bahkan mungkin puas dengan diri sendiri, menjadi dogmatis ketika opininya dipertanyakan, hubungan keluarga dekat, patuh pada orangtua, orangtua cenderung otoriter dan anakbiasanya mengikuti pemimpin yang kuat, tidak mudah menerima perselisihan pendapat.

Identitas moratorium ; identitas ini ditandai dengan adanya krisis, tetapi ia tidak memiliki kemauan kuat (tekad) untuk menyelesaikan masalah krisis tersebut.
Ciri seseorang yang memiliki identitas moratorium adalah : dalam keadaan krisis, ragu-ragu dalam membuat keputusan, banyak bicara, percaya diri, tetapi juga mudah cemas dan takut, pada akhirnya mungkin akan keluar dari krisis dengan kemampuannya membuat komitmen.biasanya orangtua terlalu membebaskan setiap pilihan pada anak.


Identitas diffusion. Orang tipe ini, yaitu orang yang mengalami kebingungan dalam mencapai identitas. Ia tidak memiliki krisis dan juga tidak memiliki tekad untuk menyelesaikannya.